Minggu, 21 Agustus 2016

Makalah Sejarah Rasulullah SAW Sebagai Peletak Peradaban Islam


MAKALAH

SEJARAH RASULULLAH SAW  SEBAGAI  PELETAK  PERADABAN  ISLAM

Dosen Pengampu : Dwi Istiyani, M. Ag

Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

 



Disusun Oleh :

1.      Mukhammad Bukhori          (2014114001)

2.      Miftah Farid Zaki                 (2014114015)

3.      M. Arif ‘Alimuddin               (2014114027)

4.      M. Rif’an Yavie                     (2014114038)

    

Prodi   : Hukum Ekonomi Syariah

Jurusan : Syariah dan Ekonomi Islam

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PEKALONGAN

2014
 
Kata Pengantar

                   Alhamdulillah segala puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul Sejarah Rasulullah SAW Sebagai Peletak Peradaban Islam.        
                   Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu
Dwi Istiyani, M. Ag, selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, serta pada tim anggota kelompok satu yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.        
                   Makalah Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah ini, disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang dibimbing oleh Ibu
Dwi Istiyani, M. Ag. Dalam makalah dengan tema Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah ini, kami akan membahas tentang Peradaban Islam di Makkah dan Madinah.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.  Latar Belakang
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang berhiaskan budi pekerti luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal dikalangan masyarakat Quraisy sebagai seorang kesatria, selalu teguh dan tepat memegang janji, orang yang sangat baik dengan tetangga dan sangat santun, serta orang yang selalu menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, rendah diri (tawadhu’), dermawan, pemberani, jujur, dan terpercaya, sehingga mereka menyebutnya “Al-Amin”. Beliau membenci penyembahan berhala, sehingga tidak pernah menghadiri kegiatan yang diselenggarakan pada musim haji. Begitu juga dia tidak pernah minum arak dan tidak pernah pula memakan hewan yang disembelih atas nama berhala serta tidak pernah menghadiri tempat-tempat mesum.
 
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Sejarah Nabi Muhammad sampai dengan Kerasulan?
2.    Bagaimana Masa Kerasulan dan Dakwah Nabi?
3.    Kapan Berdirinya Pemerintahan di Madinah?
 
C.   Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Sejarah Nabi Muhammad SAW sampai dengan Kerasulan.
2.    Untuk Menelaah dan Mengetahui tahapan-tahapan Dakwah Nabi.
3.    Untuk mengetahui berdirinya pemerintahan di Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Nabi Muhammad sampai dengan Kerasulan
Muhammad lahir di Makkah, Pada Hari Senin tanggal 17 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 M. Tahun kelahiran Nabi dikenal dengan Tahun Gajah, karena pada tahun itu pasukan Abrahah Al-Asyram dan pasukannya menunggangi gajah menyerbu Makkah, dan ingin menghancurkan Ka’bah. Beliau lahir dari keluarga miskin, tetapi terhormat dan disegani. Ayahnya bernama Abdullah ibn Abdul Muthalib sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Pada waktu dilahirkan, Muhammad dalam keadaan Yatim. Sang Ayah sudah meninggal dunia di Madinah dan dikebumikan disana ketika beliau masih dalam kandungan.[1]        
                  
Kemudian Muhammad diasuh oleh beberapa ibu pengasuh, Beliau sempat diasuh oleh delapan pengasuh wanita, yaitu: Aminah ibu kandungnya, Tsuwaibah Al-Aslamiyah, Khaulah binti Al-Mundzir, Halimah As-Sa’diyah, ada lagi seorang wanita dari bani Sa’ad selain Halimah As-Sa’diyah dan juga ada tiga orang wanita suka relawan yang berbudi luhur, serta Ummu Aimah. Setelah dua tahun dalam asuhan ibunya, Aminah binti Wahab meninggal dunia dalam usia 30 tahun di suatu tempat bernama Al-Abwa’ yang terletak antara Makkah dan Madinah.
                   Saat beliau memasuki umur 6 tahun, beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian, kakeknya meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan pamannya, saat  itu Muhammad berusia 12 tahun, ia pergi ke Negeri Syam mengikuti pamannya dalam perjalanan dagang dan bertemu dengan seorang pendeta bernama Buhaira yang melihat ada tanda-tanda kenabian di dalam diri Muhammad.
Pada usia 25 tahun Muhammad menikah dengan Khadijah seorang janda kaya raya yang berusia 40 tahun. Khadijah tertarik dengan Muhammad karena kejujurannya dalam membawakan dagangannya. Kejujuran dan kepercayaan tersebut juga terbukti dalam perselisihan antar kaum dalam meletakkakn hajar aswad ketika Ka’bah diperbaiki. Sejak saat itu, Muhammad dijuluki Al-Amin yang artinya dapat dipercaya. Dari pernikahan dengan Khadijah, dikaruniai enam orang anak, yaitu: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
 
B. Masa Kerasulan dan Dakwah Nabi
Pada masa kerasulannya, Muhammad merasa prihatin dengan kegelapan umatnya yang banyak menyembah berhala, kemerosotan moral oleh kaum Jahiliyah. Menjelang usianya yang ke 40 dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegaulan masyarakat, Beliau menyepi di gua Hira’ yang berada di puncak Jabal Nur diluar Makkah. Usahanya untuk mendapat petunjuk dari Allah SWT berhasil, dengan datangnya Malaikat Jibril pada Hari Senin tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M saat berusia 40 tahun.
Wahyu yang pertama turun adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ -١- خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ -٢- اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ -٣- الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ -٤- عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -٥-
  
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Muhammad pun kemudian menceritakan kepada istrinya Khadijah yang kemudian menyelimutinya karena Muhammad merasa badannya menggigil. Pergilah Khadijah ke Waraqah ibn Naufal, seorang ahli kitab dan menerjemahkan bahwa Muhammad akan menjadi orang pilihan dan akan menjadi Nabi umat ini. Dengan  turunnya wahyu pertama ini, maka Muhammad telah diangkat menjadi Nabi oleh Allah SWT. Nabi Muhammad juga disebut nabi yang “Ummi”, dalam arti tidak dapat membaca dan menulis.
Kemudian selang beberapa waktu saat Nabi sedang tidur, wahyu kedua turun kepada Nabi Muhammad yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ -١- قُمْ فَأَنذِرْ -٢- وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ -٣- وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ -٤- وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ -٥- وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ -٦- وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ -٧-
  
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),                        
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. dan Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Setelah dapat wahyu yang kedua ini, Rasulullah diwajibkan untuk memanggil satu umat yang telah begitu rusak kepercayaan serta akhlaknya yang begitu fanatik atas adat istiadat dan agama berhala nenek moyangnya. Dengan berdakwah secara diam-diam dikalangan keluarga dan sahabatnya, yang menjadi dasar dimulainya dakwah yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7.[2]
Setelah itu semi terbuka, pada tahap ini Rasulullah menyeru keluarganya dalam ruang lingkup yang lebih luas berdasarkan surat Asy-Syu’ara ayat 214:
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ -٢١٤-
214. dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
 Kemudian secara berangsur-angsur kepada masyarakat Arab pada masa itu. Dalam dakwah tersebut, orang yang pertama menerima dakwahnya adalah Khadijah binti Khuwailid, setelah itu saudara sepupunya Ali ibn Abi Thalib yang berumur 10 tahun. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Sesudah itu Zaid ibn Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh Nabi sejak masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Setelah itu, kemudian diikuti oleh Utsman ibn Affan, Zubair ibn Awam, Saad ibn Abi Waqash, Thalhah ibn Ubaidillah, Abdur Rahman ibn Auf, Abu Ubaidah ibn Jarrah, Arqam ibn Abil Arqam, Bilal ibn Rabbah, dan beberapa penduduk Makkah lainnya. Rasulullah mengajarkan Islam kepada mereka di rumah Arqam ibn Abi Al-Arqam, mereka menjalankan ajaran agama baru ini secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun lamanya. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilakukan secara sembunyi, turunlah perintah agar Nabi menjalankan  dakwah secara terbuka yakni surat Al-Hijr ayat 94:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ -٩٤-
94. Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Lalu Nabi berdakwah secara terbuka sesuai ayat diatas, sejak saat itu Islam mulai menjadi perhatiaan dan pembicaraan penduduk Makkah. Rasulullah terus meningkatkan kegiatannya dan memperluas jangkauan seruannya, sehingga tidak lagi terbatas kepada penduduk Makkah, melainkan kepada setiap orang yang datang ke Makkah terutama pada musim haji. Ketika gerakan Rasulullah makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah banyak dan makin tegas dan lantang, bahkan secara terang-terangan mengancam agama berhala dan mencela kebodohan nenek moyang mereka. Orang-orang Quraisy terkejut dan marah, mereka berusaha menghalang-halanginya.[3]
Belum sembuh kepedihan yang dirasakan oleh Rasulullah akibat pemboikotan itu, Abu Thalib paman beliau, dan Khadijah istri beliau wafat. Oleh karena itu, tahun itu dikenal dengan ‘Am Al-Huzn yang berarti tahun kesedihan atau duka cita, dengan wafatnya dua orang pembela Rasulullah yang setia itu. Orang-orang Quraisy semakin berani melakukan penghinaan tehadap kaum Muslimin, bahkan penganiayaan terhadap beliau. Kemudian Rasulullah mencoba pergi ke Thaif untuk menyampaikan dakwah kepada para pemuka kabilah disana, namun upaya ini gagal dan mereka mengusir beliau dari Thaif.
Pada saat menghadapi ujian berat, Rasulullah diperintahkan untuk melakukan perjalanan malam dari Masjid Al-Haram di Makkah ke Bait Al-Maqdis. Disanalah Rasulullah menerima syariat akan kewajiban shalat fardlu lima kali sehari semalam, peristiwa ini dikenal dengan Isra’ Mi’raj yang terjadi pada malam 27 Rajab tahun 11 sesudah kenabian. Isra’ Mi’raj bertujuan untuk memperkuat keimanan dan mengokohkan batin Rasulullah menghadapi ujian berat yang berkaitan dengan misi risalahnya, juga menjadi batu ujian bagi kaum Muslimin. Bagi kaum kafir Quraisy, peristiwa itu menjadi bahan untuk mengolok-olok beliau, bahkan menuduhnya sebagai orang yang tidak waras. [4]
C. Berdirinya Pemerintahan di Madinah
Kota Yatsrib menjadi pusat Islam dan kaum Muslimin sesudah hijrahnya Rasulullah SAW, serta terkenal dengan sebutan Madinatun Nabi (Kota Nabi) seperti yang telah kita kenal sekarang ini dengan nama Madinah atau Al-Madinah Al-Munawwarah karena disana terdapat makam Rasulullah SAW. Kaum Muslimin telah menjadikan tahun kepindahan (hijrah) Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah sebagai awal permulaan tahun bagi mereka, dan sebagai peringatan atas peristiwa besar tersebut. Sementara mereka sebelumnya menjadikan kalender tahun terjadinya peristiwa yang dialami mereka dengan sebutan tahun gajah (‘Am Al-Fil).[5]         
          
Dengan hijrahnya Beliau ke Madinah, komposisi penduduk disana sudah terbagi menjadi tiga kelompok masyarakat, yaitu:
1. Kaum Muhajirin, mereka adalah orang-orang Muhajir yang pindah ke Madinah dari Mekkah demi menyelamatkan agamanya.
2. Kaum Anshar, mereka adalah penduduk asli Madinah yang masuk Islam, yang   terdiri dari masyarakat Arab suku Aus dan suku Khazraj. Mereka dinamai  Kaum Anshar karena menjadi penolong Nabi SAW atas orang-orang Quraisy.
3. Kaum Yahudi, mereka adalah orang-orang yang eksistensinya di Jazirah Arab berakhir secara bertahap karena terusir sebagai buah dari sikap dan perbuatannya kepada Nabi SAW dan kaum Muslimin.
Rasulullah SAW dengan gemilang meraih sukses dalam menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk Madinah, karena dalam waktu yang relatif singkat, Beliau mendapat pengikut yang sangat banyak dari mereka. Sebagaimana keberadaan di Madinah, Beliau juga telah berhasil menanamkan perdamaian diantara sesama keluarga penduduk asli Madinah dan mengikat perjanjian damai diantara Kaum Muslimin yang terdiri dari Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar dengan orang-orang Yahudi.
Keberadaan Rasulullah SAW di Madinah telah mampu menjadikan dirinya sebagai pemimpin kelompok para pengikutnya yang berjumlah cukup banyak, dan terus berkembang sebagai pemimpin serta panglima yang selalu dicintai dan ditaati, Sehingga mereka tidak mengakui  kepemimpinan selain kepemimpinannya tanpa diwarnai oleh perasaan kaku atau takut melanggar atas kekuasaan yang diakuinya. Demikianlah Rasulullah SAW menjalankan pemerintahan seperti yang mungkin dapat dilakukan oleh pemimpin lain yang berdaulat.
Setelah tercipta ketenangan di seluruh Jazirah Arab menyusul pengakuan keislaman dari kabilah-kabilah Arab yang mencapai puncaknya, Rasulullah berencana menunaikan haji ke Baitullah. Pada tanggal 25 Dzul Qa’dah 10 H yang bertepatan dengan tanggal 23 Februari 632 H, beliau bersama dengan 100.000 sahabatnya berangkat meninggalkan Madinah menuju ke Makkah. Pada tanggal 8 Dzul Hijjah beliau berangkat menuju Mina dan saat fajar mereka berangkat ke Arafah.
Ketika tengah hari di Arafah, beliau menyampaikan khutbah yang sangat penting, isi khutbah itu diantaranya:
a)    Larangan menumpahkan darah kecuali dengan Haq, dan mengambil harta orang lain dengan bathil, karena nyawa dan harta benda adalah suci.
b)   Larangan melakukan riba’ dan menganiaya orang lain.
c)    Perintah memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut.
d)   Perintah untuk menjauhi dosa dan perbuatan maksiat.
e)    Persaudaraan dan persamaan derajat diantara manusia harus ditegakkan
f)    Hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik.
g)   Semua pertengkaran diantara mereka di zaman Jahiliyah harus dimaafkan.
h)   Pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenatkan.
i)     Umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tidak akan pernah usang, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah.
Pada saat itulah turun wahyu yang terakhir, surat Al-Ma’idah ayat 3:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ -٣-
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sekitar tiga bulan sesudah menunaikan ibadah haji wada’ Rasulullah kembali ke Madinah, beliau menderita sakit demam beberapa hari. Beliau menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan mengimani shalat jamaah. Pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M, Rasulullah menghembuskan nafas yang terakhir kalinya, menghadap Allah SWT dalam usia 63 tahun. Tidak ada harta benda berarti yang ditinggalkan beliau untuk keluarganya, kecuali Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sangat berharga dan kelak tetap hidup sepanjang sejarah.
 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita mempelajari dan membahas tentang sejarah di Zaman Nabi Muhammad SAW dari kelahiran Beliau sampai masa kerasulannya, sungguh banyak sekali hikmah yang kita dapat. Beliau dengan penuh perjuangan, memperjuangkan agama Islam di Jazirah Arab, pada saat bangsa Arab Jahiliyah dengan kemerosotan moralnya hingga menjadi masyarakat yang berakhlak,  dimana pada saat itu islam dalam masa keemasan yang dipimpin oleh Rasulullah SAW, Rasulullah membangun seluruh kota-kota yang berada di Jazirah Arab menjadi kota yang Berukhuwah Islamiyah tidak terkecuali Makkah dan Madinah dan membangun masyarakat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam. Yogyakarta: Teras.
Syukur, Fatah. 2012. Sejarah Peradaban  Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Maryam, Siti. 2013. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: Lesfi.
Hasan, Hasan Ibrahim. 2009. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.


[1] Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 31-33.
[2] Dr. Fatah Syukur NC, M.Ag, Sejarah Peradaban  Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), hal. 31-32.
[3] Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa klasik hingga Modern , (Yogyakarta: Lesfi, 2003), hal. 29-30.
[4] Ibid., hal. 33.
[5] Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 187-189.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar