Rabu, 24 Agustus 2016

Makalah Konsep Dasar Ilmu Kalam


KONSEP DASAR ILMU KALAM


Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Erlina LC, M.Hum 

 

 


 

 
 
Disusun Oleh :

1.      Mukhammad Bukhori       (2014114001)

2.      Misikhanah                        (2014114057)

3.      Utik Rukmawati                (2014114078)

 

 

 

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

JURUSAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

PEKALONGAN

2015
 
 


KATA PENGANTAR


 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Konsep dasar ilmu kalam” ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Ilmu Kalam Ibu Erlina LC, M.Humdi STAIN Pekalongan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dan berkenan membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna perbaikan penulisan makalah yang akan datang. Walaupun demikian, kami berharap makalah  ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
 
 
Pekalongan,18 Desember 2015
 
 
Penulis



 
DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR ..................................................................................        i
DAFTAR ISI .................................................................................................        ii
I.               PENDAHULUAN ..............................................................................        1
A.    Latar Belakang...............................................................................        1
B.     Rumusan Masalah..........................................................................        1
C.     Tujuan ...........................................................................................        1
I.               PEMBAHASAN..................................................................................        2
A.    Pengertian Ilmu Kalam...................................................................        2
B.     Sumber-sumber Ilmu Kalam..........................................................        5
C.     Ruang Lingkup Ilmu Kalam...........................................................        11
D.    Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam...........        12
II.            PENUTUP............................................................................................        14
A.    Kesimpulan ....................................................................................        14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................        15


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Istilah ilmu kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti susunan kata yang mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut menunjukan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara atau mutakaliman. Sedangkan kata ”ilmu kalam” sendiri mulai terpakai dimasa khalifah al-Ma’mun pada Zaman Dinasti Abbasiah. Pada masa itu dipelajari buku-buku terjemahan filsafat Yunani oleh kaum Mu’tazilah, kemudian meraka dipertemukanlah sistem filsafat dengan kajian agama tentang Tuhan, hasil kajian tersebut menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan nama ilmu kalam.
 
B.           Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari ilmu kalam ?
2.      Apa sumber-sumber ilmu kalam ?
3.      Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
4.      Apa fungsi ilmu kalam ?
 
 
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam.
2.      Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu kalam.
3.      Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam.
4.      Untuk mengetahui fungsi ilmu kalam.
 
            BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Ilmu Kalam
Istilah ilmu kalam terdiri dai dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.[1] Adapun kata kalam adalah bahasa Arab yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara Harfiah berarti Ilmu kata-kata. Walupun dikatakan Ilmu tentang kata-kata, namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu bahasa. Ilmu kalam mengggunakan kata-kata dalam menyusun argumen-arguman yang digunakannya.
            Ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa. Jadi, Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar itu menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-Qur’an.[2]
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja. [3]Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.[4]
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada :
Surah al-Baqarah ayat 75,
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُواْ لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ -٧٥-
Artinya:
“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka meng-ubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”
Surat Al-Baqarah ayat 253,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِن بَعْدِهِم مِّن بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَـكِنِ اخْتَلَفُواْ فَمِنْهُم مَّنْ آمَنَ وَمِنْهُم مَّن كَفَرَ وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ -٢٥٣-
Artinya
Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang Ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami Perkuat dia dengan Ruhul Qudus.** Kalau Allah Menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah Menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah Berbuat menurut kehendak-Nya.”
Surah an-Nisa’ ayat 164.
وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً -١٦٤-
Artinya:
“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami Kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami Kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa, Allah Berfirman langsung.”
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah:[5]
1.      Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2.      Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata.
3.      Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau logika .
            Masalah yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari ajaran Islam. Dasar-dasar dari ajaran agama disebut Ushul al-Dinatau juga dinamakan dengan Ilm al-Aqaid. Oleh sebab itu Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu al-Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology atau Theology of Islam.
Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama lain, yaitu:[6]
1.      Ilmu Ushul Al-Din ( Ilmu tentang Dasar-Dasar Agama)
2.      Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah Keagamaaan atau Ajaran-ajaran Pokok Agama.
3.      Ilmu al-Tauhid ( Ilmu yang membahas tentang keesaan Allah)
4.      Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat teologi Islam disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5.      Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)
B.     Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:[7]
1.      Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a)         Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b)        Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c)          Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d)        Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.
e)         Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2.      Hadist.[8]
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan termasuk menyinggu ilmu kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
 
3.      Pemikiran Manusia.[9]
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha.  Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4.      Insting .[10]
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya. 
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).  
Jadi metodologi yang digunakan oleh Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil yang menggunakan nash-nash agama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi) Serta dali aqli (dalil yang menggunakan argumentasi rasional). Dalam menggunakan dua metode tersebut timbul dua corak pemikiran kalam,yakni pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam tradisional.[11]
Pemikiran kalam rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna harfi kepada nash manusia terkait dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan memberi daya yang kecil kepada akal.
Didalam pemikiran kalam dikenal dengan istilah ushul (dasar) dan furu' (cabang). Pengertian ushul dalam pemikiran kalam adalah ajaran-ajaran dasar agama yang di kalangan mutakalimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar itu adalah: Allah Maha Esa, Muhammad adalah Rosul, hari akhirat itu pasti, surga dan neraka itu ada.
Sementara itu pengertian furu' (cabang) dalam pengertian Islam adalah hasil interpretasi dari ajaran dasar yang diantara para mutakalimin diperselisihkan pemahamannya. Dengan kata lain masalah furu' adalah masalah-masalah yang ada di seputar akidah Islam yang bukan ajaran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu anatara lain : Allah mempunyai sifat diluar zat atau tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur'an bersifat qodim atau baharu. Surga dan neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan melihat Allah di akhirat apakah dengan penglihatan jasmani atau rohani.[12]
C.   Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Ruang lingkup Ilmu Kalam adalah ajaran –ajaran dasar Islam.  Ajaran dasar itu disebut dengan akidah dalam Islam. Ajaran akidah itu meliputi wujud Allah, kerasulan Muhammad, kewahyuan Al-Qur’an masalah siapa mukmin dan siapa kafir, tentang surga dan neraka, kekuasaaan Allah, dan kebebasan manusia.[13] Yang akan diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu:[14]
1.      Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2.      Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3.      Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas.
D.    Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam dua bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu :
1.    Dalam Bidang I’tiqoyah
a.       ilmu kalam berfungsi memberikan dasar dan landasan mental (basic mentalty) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan sebagai satu-satu nya sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
    1. memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat merusak kemurnian tauhid .
2.      Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi :
a.  Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang tidak bertentangan / menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
b.  Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang islam yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah . dengan demikian agar orang orang islam memiliki kekebalan dan kemampuan terhadap unsur unsur yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c.  Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way of life ”
 
 
 
              BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang, berdasarkan sumber-sumber yang sudah diterangkan yang kemudian akan bermanfaat bagi diri kita dalam menjaga akidah islam.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (teologi Islam). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustak Setia.
Wiyani, Novan Ardi. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.
Yusuf, M yunan. 2014. Alam Pikir Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Pranadamedia grup.



[1]  M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup, 2014), hlm.1.
[2] Ibid, hlm. 3.
[3] Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 20.
[4] Ibid, hlm. 21.
[5] Novan Ardy Wiyani,  Ilmu Kalam, (Bumiayu: Teras, 2013), hlm. 1.
[6]  M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup, 2014), hlm. 4.
[7] Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 22.
[8] Ibid, hlm. 7.
[9] Ibid, hlm. 7.
[10] Ibid, hlm. 7.
[11] M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup:, 2014), hlm. 5.
[12] Ibid, hlm. 6.
[13] Ibid, hlm. 4.
[14] Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 35.

7 komentar: